MENGELOLA KONFLIK ORGANISASI

BAB I

PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG

Organisasi adalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, yang bekerja atas dasar yang relatif harus terus menerus untuk mencapai suatu tuuan bersama atau sekelompok tujuan. Sebuah organisasi mempunyai batasan yang relatif dapat diidentifikasi. Batasan dapat berubah dalam kurun waktu tertentu dan tidak selalu jelas, namun sebuah batasan yang nyata harus ada agar kita dapat membedakan antara anggota dan bukan anggota. Orang – orang di dalam sebuah organisasi mempunyai suatu keterikatan yang terus menerus. Organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun pada saat masih menjadi anggota, orang – orang di dalam organisasi berpartisipasi secara relati teratur.

Di dalam sebuah organisasi sering kita temui berbagai macam permasalahan terkait keberlangsungan organisasi. Terdapat masalah yang dialami baik dari masing – masing anggota organisasi, antaranggota maupun antara anggota dengan atasannya. Dalam mengatasi permsalahan di sebuah organisasi haruslah menggunakan metode yang tepat sehingga tidak mengganggu kemajuan dari sebuah organisasi tersebut.

Permalalahan dari antaranggota organisasi sering disebut pula dengan konflik organisasi. Manajer sangat berperan penting dalam mengatasi konflik – konflik yang terjadi dalam organisasi. Konflik sangat erat kaitannya dengan organisasi dikarenakan konflik merupakan bagian dari kehidupan berorganisasi yang tidak dapat dihindari. Konflik berakar dari karakteristik struktural maupun kepribadian yang tidak cocok. Sumber daya organisasi tidak melimpah, pegawai mempunyai kepentingan serta pandangan yang beraneka ragam, serta ciri lain yang membuat konflik merupakan realitas yang tidak pernah berhenti.

 

B.       RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :

1.      Apa yang dimaksud dengan konflik ?

2.      Bagaimana nilai – nilai anti konflik meresap ke dalam masyarakat ?

3.      Apa saja sumber konflik organisasi?

4.      Bagaimana teknik – teknik Resolusi?

5.      Bagaimana teknik – teknik stimulasi ?

 

C.      TUJUAN

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :

1.      Mengetahui definisi dari konflik ?

2.      Mengetahui nilai – nilai anti konflik meresap ke dalam masyarakat ?

3.      Mengetahui sumber konflik organisasi?

4.      Mengetahui teknik – teknik Resolusi?

5.      Mengetahui teknik – teknik stimulasi ?


 

BAB II

PEMBAHASAN

A.      KONFLIK

1.        Mendefinisikan Konflik

Pada konflik harus dirasakan oleh pihak-pihak yang berhubungan dengannya. Konflik adalah masalah repsesi. Ada banyak yang mendefinisikan tentang konflik,yaitu diantaranya konflik adalah konsep mengenai oposisi,kelangkaan,dan halangan (blokage) dan asumsi bahwa terdapat dua belah pihak atau lebih yang terpentingnya atau tujuannya kelihatan tidak cocok. Perbedaaan diantara definisi-definisi konflik berpusat pada maksud dan apakah konflik adalah sebuah istilah yang hanya terbatas pada tindakan terbuka. Disini saya mendifinisikan pada konflik adalah mengakui adanya kesadaran (persepsi),oposisi, dan kelangkaan. Kemudian diasumsikan bahwa konflik merupakan tindakan yang ditentukan,yang dapat timbul pada tingkat tersembunyi atau terbuka.

 

2.        Konflik dan Keefektifan Organisasi

Pada konflik dalam sebuah organisasi hanya di butuhkan koordinasi dan kerjasama tim dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Namun pada pandangan lain saat ini berargumentasi bahwa konflik meningkatkan keefektifan organisasi dengan merangsang perubahan dan memperbaiki proses pengambilan keputusan. Ada beberapa tinjauan argumentasi yang mendasari masing-masing pendapat diantaranya yaitu:

a.         Pandangan Tradisional

Pada pandangan tradisional mengasumsikan bahwa semua konflik adalah jelek. Karena memiliki dampak negatif pada keefektifan organisasi. Pada pendekatan tradisional menyatakan konflik dengan istilah seperti kekerasan,kehancuran,dan irsaionalitas. Yang dimaksud dengan perspektif tersebut adalah tanggung jawab dengan memastikan bahwa konflik tidak timbul dan jika itu terjadi bisa di pecahkan dengan cepat.

 

b.        Pandangan Interactionist

Konflik adalah fungsional jika dapat memprakarsai pencarian cara-cara baru lebih baik dalam melakukan sesuatu dan mengurangi rasa puas diri dalam organisasi. Suatu perubahan tidak timbul begitu saja melainkan harus ada stimulus. Stimulus tersebut yang dimaksud adalah konflik. Suatu organisasi yang puas terhadap dirinya adalah organisasi yang tanpa danya konflik. Pada pendekatan ini tidak mengatakan bahwa semua konflik adalah funsgsional. Pendekatan ini mengatakan bahwa secara tidak langsung adanya peran yang lebih luas bagi manajer dalam menanggapi konflik dibandingkan yang dilakukan dengan pandangan tradisional. Pekerjaan manajer adalah menciptakan suatu lingkungan dimana konflik itu sehat tetapi tidak diizinkan untuk menjadi ekstrem.

 

B.       NILAI – NILAI ANTI KONFLIK MERESAP KE DALAM MASYARAKAT

Pada bagian ini di tanyakan bahwa mengapa manajer tidak menyukai konflik? Karena fakta pada toleransi terhadap konflik bertentangan dengan kebanyakan di negara maju. Saat ini kita hidup dalam sebuah masyarakat yang di bangun atas nilai-nilai anti konflik. Pendekatan  tradisional menegenai konflik mempercampuradukan resolusi konflik dengan manajemen konflik.

Kebanyakan manajer masih mengikuti pendekatan tradisional. Fakta bahwa toleransi terhadap konflik bertentangan dengan kebanyakan budaya di negara maju. Budaya maju di Amerika Serikat,Kanada, dan Eropa berhasil menanamkan rasa takut pada konflik dalam diri warganya dan suatu keinginan paling tidak dari luar terlihat adanya kesepakatan dan kerja sama. Di banyak negara seperti Amerika Serikat membantu perkembangan lebih lanjut dari kesan anti konflik dengan mengembangkan suatu rasa bangga nasional sebagai bangsa yang cinta damai.

Kita hidup dalam sebuah masyarakat yang dibangun atas nilai-nilai anti konflik. Mereka menerima gagasan bahwa karena konflik memang ada dalam organisasi,maka hal itu harus melebihi tingkat yang diinginkan. Mereka mengasumsikan bahwa peran manajer adalah mengurangi ketegangan. Kesimpulan mereka selanjutnya adalah memprakarsai tindakan-tindakan untuk mengurangi konflik. Seperti yang dikatakan oleh seorang penulis individu atau kelompok paling vokal yang mendukung harmoni dan kebahagiaan pada suatu lingkungan yang bebas dari konflik mungkin hanya melindungi pribadi dalam status quo itu.

 

C.      SUMBER KONFLIK ORGANISASI

1.        Saling Ketergantungan Pekerjaan

Merujuk kepada sejauh mana dua unit dalam sebuah organisasi saling tergantung satu sama lain pada bantuan,informasi,keelaan,atau aktivitas koorsinasi lain untuk menyelesaikan tugas masing-masing secara efektif.

Hubungan antara saling ketergantungan pekerjaan dan konflik adalah tidak langsung. Jika dipaksakan untuk berinteraksi,potensi untuk konflik pun pasti meningkat. Tetapi,interaksi tidak usah menimbulkan konflik. Ia juga dapat mengakibatkan terjadinya hubungan yang saling bersahabat dan kooperatif.

 

2.        Ketergantungan Pekerjaan Satu Arah

Berarti bahwa keseimbangan kekuasaan telah bergeser. Potensi konflik pada ketrgantungan pekerjaan satu arah mempunyai arti yang lebih penting jika kita mengetahui bahwa ia jauh lebih sering terdapat pada organisasi daripada kesalingtergantungan. Sebenarnya, hampir semua hubungan garis-staf didasarkan atas ketergantungan pekerjaan yang satu arah. Staf diminta untuk dapat bekerja dengan garis itu,mengerti masalah garis itu,dan membenarkan eksistensinya sendiri,sementara tidak ada satu pun dari persyaratan itu yang dibalas oleh kelompok-kelompok garis.

 

3.        Diferensiasi Horisontal yang Tinggi

Makin besar perbedaan yang terdapat di antara unit,makin besar pula kemungkinan timbulnya konflik. Jika unit-unit dalam organisasi amat diferensiasi,maka tugas yang dilakukan masing-masing unit dan sub lingkungannya yang ditangani oleh masing-masing sub unit cenderung tidak sama. Hal ini,pada gilirannya,akan mengakibatkan terjadinya perbedaan internal yang cukup besar di antara unit-unit.

 

4.        Formalisasi yang Rendah

Formalisasi yang tinggi membangun cara – cara yang distandarisasi bagi unit – unit untuk saling bergaul. Jika formulasi rendah, potensi terjadinya pertikaian mengenai batas – batas kekuasaan akan meningkat. Pada jenis suasana demikian, konflik di antara unit – unit kemungkinan akan berkembang. Konflik masih dapat berkembang biak pada struktur yang sangat diformalisasikan namun mereka kemungkinan besar akan lebih diatur dan kurang bersifat subversif.

 

5.        Ketergantungan pada Sumber Bersama yang Langka

Potensi konflik dipertinggi jika dua unit atau lebih bergantung pada pool sumber yang langka seperti ruang gerak fisik, peralatan, dana operasi, alokasi anggaran modal atau jasa – jasa sta yang disentralisasi seperti pool untuk mengetik. Potensi tersebut meningkat lebih lanjut jika anggota – anggota unit merasakan bahwa kebutuhan individualnya tidak dapat diperolehna dari sumber daya yang tersedia ketika kebutuhan unit lain terpenuhi.

 

6.        Perbedaan dalam Kriteria Evaluasi dan Sistem Imbalan

Makin banyak evaluasi dan imbalan manajeman yang menekankan prestasi setiap departemen secara terpisah – pisah ketimbang secara gabungan, maka makin  besar pula konfiknya.

Preferensi terhadap unit – unit produksi terhadap pekerjaan yang lama dan ekonomis dengan imbalan yang menyertainya, berlawanan dengan imbalan yang diberikan kepada unit – unit penjualan untuk menyampaikan yang cepat kepada para pelanggan. Konflik garis staf dapat berasal dari kriteria evaluasi dan sistem imbalan yang berbeda – beda. Unit – unit staf menghargai prubahan ini adalah cara yang paling penting untuk membenarkan eksistensi mereka.

 

7.        Pengambilan Keputusan Partisipatif

Proses partisipatis memberi kesempatan yang lebih besar untuk mengutarakan perselisihan yang ada dan untuk menimbulkan ketaksepakatan. Kemungkinan ini terjadi jika perbedaan nilai yang sebenarnya terdapat diantara peserta. Hasilnya adalah opini yang lebih besar serta kesadaran yang lebih besar tentang konflik. Dalam banyak hal, intensitas konflik tidak lebih besar setelah partisipasinya daripada sebelumnya, tetapi hal itu cenderung untuk memindahkan konflik dari yang laten ke yang terbuka.

 

8.        Keanekaragaman Anggota

Makin heterogen anggota makin kecil kemungkinan mereka bekerja dengan tenang dan bersama – sama. Telah ditemukan bahawa ketaksamaan individu, seperti latar belakang, nilai – nilai, pendidikan, umur, dan pola – pola sosial akan lebih mengurangi kemungkinan hubungan antar pribadi antara wakil – wakil unit dan pada gilirannya akan mengurangi jumlah kerja sama antara amsing – masing unit. Masa kerja sebuah kelompok akan berhubungan secara terbalik dengan konflik. Makin lama para anggota menjalin kerjasama, maka makin besar pula kemungkinannya bahwa mereka akan bergaul dengan baik pula.

Oleh karenanya, bahwa unit – unit yang baru saja didirikan dengan personalia yang seluruhnya baru atau unit – unit yang mengalami tingkat keluar masuk yang tinggi di antara para anggotanya akan lebih mudah mendapatkan konflik.

 

9.        Ketaksesuaian Status

Konflik terstimulasi jika terjadi ketaksesuaian dalam penilaian status atau karena adanya perubahan dalam hirarki status. Misalnya peningkatan konflik dutemukan jika tingkat di mana status pribadi, atau bagaimana orang melihat pribadinya sendiri, dan tingkat dari perwakilan dari departemen berbeda dalam urutan tingkatan dimensi status.

 

10.    Ketakpuasan Peran

Ketakpuasan peran dapat berasal dari sejumlah sumber, salah satu diantaranya adalah ketakpuasan status. Jika orang menerima sebuah peran, maka ia membawa serta seumlah harapan dan aspirasi. Jika harapan – harapan tersebut tidak dipenuhi – misalnya, jika pekerjaan mereka tampaknya tidak menantang atau jika imbalan yang mereka terima dianggap tidak mencukupi – maka individu tersebut dapat memperlihatkan frustasi mereka dalam sejumlah tindakan.

Dalam sebuah organisasi yang besar terdapat  satu kelompok seperti itu, tampaknya merasa senang jika dapat mengacaukan sistem yang ada. Sejauh mana mereka memperoleh kawan dalam usaha mereka, sejauh itu mreka dapat menjadi sumber utama konflik.

 

11.    Distorsi Komunikasi

Salah satu sumber konfli yang sering dikemukakan adalah kesukaran dalam komunikas. Jika informasi yang tidak memadai, yang diutarbalikkan, atau yang dwi-arti merupakan sumber konflik, maka adnaya  pengetahuan yang menyeluruh dan sempurna dapat diharapkan menimbulkan sedikit atau tidak ada konflik. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang berbeda – beda dapat menjadi sumber konflik. Komunikasi yang tidak cukup atau yang tidak jelas dapat menstimulasi konflik. Demikian juga halnya informasi yang sempurna dan komplet.

 

D.      TEKNIK – TEKNIK RESOLUSI

Jika konflik terlalu besar, bias dikatakan bahwa itu merupakan penyelewengan dari fungsi. Kekuatan itu jadi mempunyai dampak negative dari keefektifan organisasi. Yang disebut di bawah ini merupakan teknik - teknik struktural untuk mengurangi konflik.

 

1.        Tujuan Superordinate

Tujuan superordinate adalah tujuan bersama yang dianut oleh dua unit atau lebih yang memaksakan dan sangat menarik dan yang tidak dapat dicapai dengan sumber sumber dari unit mana saja secraa terpisah. Tujuan itu dimulai dengan sebuah definisi dari tujuan yang dipunyai bersama tanpa bantuan dari pihak yang saling bertentang maka tujuan itu dapat dicapai. Tujuan superordinate bernilai tinggi, tujuan itu diinginkan secara bersama.

Setelah dilakukan penelitian yang ekstensif mengenai teknik resolusi seorang peneliti menyimpulkan bahwa dalam keadaan di mana konflik berkembang dari tujuan yang tidak kompitabel, penggunaan tujuan superordinate harus meningkatkan kerjasama. Suatu perselisihan antara serikat kerja dengan manajemen menggambarkan berfungsinya tujuan superordinate. Bukti- bukti mendukung bahwa tujuan superordinate jika digunakan secara kumulatif akan mengembangkan potensiuntukberdamai” untuk jangka panjang. Dengan demikian, memperkuat ketergantungan dan mengembangkan kerjasama.

 

2.        Mengurangi Kesalingtergantungan Antar Unit

Jika saling ketergantungan mutual dan satu arah menciptakan konflik, maka pengurangan saling ketergantungan tersebut harus dianggap sebagai suatu kemungkinan jalan keluar. Misalnya jika output dari departemen X adalah input untuk departemen Y, maka Y bergantung pada X. Jika X terlambat rencana, maka Y akan juga kelihatan jelek. Salah satu jalan keluarnya adalah dengan membuat suatu persediaan dari output X sebagai suatu penyangga. Dengan demikian saling ketergantungan antara keduanya dikurangi. Posisi koordinasi juga bias efektif untuk mengurangi saling ketergantungan di antara unit.

 

3.        Perluasan Sumber Daya

Jika konflik timbul karena kelangkaan sumber daya, maka cara termudah untuk memecahkan konfirmasi tersebut, dan satu-satunya yang paling memuaskan bagi pihak-pihak yang berkonflik adalah melalui perluasan sumber daya yang tersedia. Kekuatan terbesar untuk memecahlkan masalah adalah dalam kemampuannya untuk memungkinkan masing masing pihak yang berkonflik untuk memperoleh kemenangan. Memperluas sumber daya sebagai suatu metode resolusi akan sangat berhasil karena membuat pihak - pihak yang berkonflik puas. Namun kegunaanya dibatasi oleh sifat dari keterbatasan yang terdapat di dalamnya misalanya sumber daya organsasi jarang sekali terdapat dalam jumlah yang dapat diperluas dengan mudah.

 

4.      Pemecahan Masalah Bersama

Pemecahan masalah secara bersama telah dinyatakan sebagai metode yang paling sehat untuk memecahkan konflik antar kelompok. Teknik ini membutuhkan pihak - pihak yang berkonflik untuk saling bertemu dan mencari penyebab yang menjadi dasar dari konflik mereka dan bertanggung jawab bersama untuk keberhasilan resolusinya. Tujuannya adalah untuk memecahkan masalah tersebut bukan hanya sekedar menyesuaikan berbagai pandangan yang ada. Lalu melalui tanggung jawab bersama dan saling berkomunikasi, masalahnya ditentukan bersama. Selain itu, pemecahan masalah mencoba untuk “ menekankan yang positif” dengan menonjolkan pandangan yang sama dari pihak yang bersangkutan. Hampir pada setiap masalah selalu terdapat celah yang memungkinkan pihak yang berselisih bersepakat. Kesamaan tersebut terlalu sering dilangkahi dan menghasilkan apa yang disebut dengan hokum Gresham tentang konflik, yang menyatakan bahwa pandangan yang menekankan perbedaan. Kekuatan yang buruk mendorong keluar yang baik. Upaya untuk memecahkan masalah melalui pendekatan pemecahan masalah bersama seperti yang telah dijelaskan seringkali digunakan dan sayangnya, bukti menunjukan bahwa upaya ini seringkali gagal. Kegagalan berhubungan erat dengan kekeliruan aplikasinya. Jelas pemecahan masalah secara bersamaan paling berhasil pada konflik semantik.

5.        Sistem Naik Banding

Pemecahan konflik dapat ditangani dengan menciptakan saluran formal agar keluhan dapat didengar dan ditanggapi. Organisasi yang mempunyai serikat kerja merupakan contoh yang sangat baik untuk teknik naik banding. Dalam prosedur untuk mengajukan keluhan mereka, serikat kerja tersebut menetapkan sistematik banding yang terinci untuk memecahkan konflik manajemen. Namun beberapa organisasi menciptakan posisi untuk seorang ombudsman ( seorang yang diangkat perusahaan untuk menangani perselisihan) untuk menegahi perbedaan -perbedaan. Misalkan universitas dan fakultas menggunakan ombudsman tersebut untuk mendengarkan dan memecahkan masalah di anatara dosen, mahasiswa dan staf. Seorang ombudsman biasanya akan mulai dengan menggunakan teknik pemecahanma salah bersama. Jika ini tidak berhasil, maka ombudsman tersebut dapat mencoba melakukan negosiasi atau menyarankan seorang pegawai senior dalam organisasi, orang dengan wewenang atas kedua belah pihak yang berkonflik, untuk memecahkan perbedaan tersebut dengan cara memaksakan suatu resolusi.

 

6.        Wewenang Formal

Wewenang yang dipunyai supervisor terhadap pihak yang berkonflik cukup pentimg dan penggunannya meluas sehingga dapat dianggap sebagi sebuah teknik resolusi tersendiri.

Individu dalam organisasi, dengan sedikit pengecualian, mengakui dan menerima wewenang dari atasan mereka sebagai cara yang dapat diterima untuk memcahkan konflik. Jadi wewenang yang formal sangat berhasil untuk mengurangi konflik.

 

7.        Interaksi yang Makin Bertanbah.

Jika segala sesuatu setara, makin banyak orang saling berinteraksi, maka makin besar kemungkinan bahwa mereka akan menemukan kepentingan dan ikatan yang sama yang dapat memudahkan kerjasama. Pasti jika pihak yang mempunyai nilai yang jelas saling bertetangan dipaksa untuk saling berhubungan dengan teratur, ada kemungkinan akan terjadi konflik. Tapi maksud ini adalah bahwa inetraksi yang terus menerus akan mengurangi konflik tersebut. Konflik ini dapat diredakan dengan melalui pemindahan atau pertukaran anggota unit. Memindahkan seseorang dari unitnya ke dalam unit tandinganya dapat menyuburkan daerah - daerah yang berkonflik dan memaksa diadakanya kontrak di antara para anggotanya. Pembibitan silang dapat dicapai dengan lebih efektif dengan meminta beberapa pegawai pada unit yang berkonflik untuk saling menukar pekerjaan. Arus informasi yang baik atau komunikasi yang baikakan memperbaik keadaan, memperlancar pekerjaan, dan akan cepat menuju tujuan memerintahkan para supervisor dari kedua bagian tersebut untuk tukar menukar pekerjaan untuk masa periode yang ditentukan. Tindakan tersebut memperluas prespektif masing - masing supervisor dan akan mendorong adanya saling pengertian yang lebih besar dan mengurangi konflik antar-unit karena pandangan yang telah dimodifikasi menyebar kekedua bagian tersebut.

 

8.        Kriteria Evaluasi untuk Seluruh Organisasi dan Sistem Pmberian Imbalan

Jika pemisahan evaluasi dan imbalan menciptakan konflik, manajemen harus mempertimbangkan ukuran prestasi yang mengevaluasi dan memberi imbalan kepada unit – unit yang bekerja sama. Dengan memastikan bahwa kendali mutu, auditing, dan fungsi kebijaksanaan lainnya dievaluasi untuk kontribusi pencegahan dalam menemukan kesalahan akan mengurangi konflik. Dapat mengingatkan orang bahwa perhatian utama organisasi adalah paa keefektifan keseluruhan sistem, bukan pada salah satu unit saja.

 

9.        Membaurkan Unit yang Berkonflik

Untuk memecahkan konflik, salah satunya adalah agar salah satu unit yang berkonflik memperluas batas – batasnya dan menyerap sumber kejengkelannya. Teknik membaur ini dicontohkan dengan pemecahan yang diterapkan pada konflik yang timbul ketika sebuah college of business untuk kurikulumnya harus sangat bergantung pada mata kuliah ilmu ekonomi yang ditawarkan.

 

E.       Teknik – Teknik Stimulasi

Konflik setiap saat dapat terlalu rendah maupun terlalu tinggi. Jika konflik terlalu rendah maka manajer harus menstimulasi oposisi untuk menciptakan konflik yang fungsional. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal ini adalah hasil dari akta gagasan untuk mendorong terjadinya konflik merupakan sebuah ide yang relatif baru dan baru saja mulai mendapatkan perhatian dari para peneliti organisasi. Teknik stimulasi tidak lebih penting ataupun kurang penting dibandingkan counterpart-nya untuk resolusi.

 

1.        Komunikasi

Para manajer dapat memanipulasi pesan dan saluran sedemikian rupa sehingga mendorong terjadinya konflik. Pesan – pesan dapat disampaikan melalui hierarki kekuasaan formal atau melalui saluran informal. Yang belakangan termasuk semua jaringan kerja yang terikat secara kendur dan yang terstruktur dengan buruk.

Seseorang dapat dengan segaja memanipulasi penerima dan isi dari pesan tersebut untuk menambahkan, menghilangkan atau membuatnya mengandung arti lain dari komunikasi yang disampaikan melaui saluran formal.

 

2.        Keanekaragaman

Salah satu cara untuk membangun sebuah unit yang macet adalah dengan menambahkan seorang atau beberapa orang yang latar belakangnya, pengalamannya, dan nilai – nilainya berbeda secara mencolok dari yang dipegang oleh para anggota pada saat ini dalam sebuah unit. Meskipun mempunyai pandangan yang sama dengan anggota lain, ditugaskan untuk mrlakukan pekerjaan mempertanyakan, menyerang, menyelidiki dan atau menentang tiap pandangan yang homogen. Jalan mana pun yang diambil, status quo tersebut telah dikacaukan dengan memperkenalkan orang – orang yang heterogen.

 

3.        Persaingan

Manajemen dapat merangsang konflik dengan menciptakan rangsangan yang bersaing di antara unit – unit. Mengubah struktur dengan meningkatkan diferensiasi horisontal telah diusulkan sebagai suatu cara yang sangat baik untuk menciptakan konflik. Dengan meningkatkan difesrensiasi horisontal, masing – masing bagian spesialisasi akan menjadi homogen. Tetapi akan terdapat perbedaan di antara unit – unit.

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A.      SIMPULAN

Konflik adalah sebuah proses di mana sebuah usaha dibuat dengan sengaja oleh seseorang atau suatu unit untuk menghalangi pihak lain yang menghasilkan kegagalan pencapaian dari tujuan pihak yang lain atau meneruskan kepentingannya.

Sumber strukturan konflik yang paling banyak disebut adalah kealingtergantungan pekerjaan, ketergantungan satu arah, diferensiasi horisontal yang tinggi, formalisasi yang rendah, ketergantungan terhadap sumber bersama yang langka, perbedaan dalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan, pengambilan keputusan yang pasrtisipatif, heterogenitas para anggota, ketakpuasan status, ketakpuasan peran, dan distorsi dalam komunikasi.

Teknik – teknik resolusi meliputi tujuan superordinate, mengurangi kesalingtergantungan antar unit, perluasan sumber daya, pemecahan masalah bersama, sistem naik banding, wewenang formal, interaksi yang makin bertanbah, kriteria evaluasi untuk seluruh organisasi dan sistem pmberian imbalan, membaurkan unit yang berkonflik. Sedangkan teknik – teknik stimulasi meliputi komunikasi, keanekaragaman dan persaingan.

 

B.       SARAN

Berdasarkan simpulan diatas, dapat diajukan saran yang dapat yaitu sebaiknya dalam sebuah organisasi harus mampu menciptakan kondisi yang kondusif baik secara individu maupun antar anggota sehingga dapat meningkatkan kulaitas kinerja dari setiap anggota organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam konflik tidak sepenuhnya berdapam negatif, seorang manajer harus mampu mendorong konflik yang tercipta di dalam sebuah organisasi ke arah positif sehingga dapat memajukan organisasi itu sendiri.

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPRODUKSI KARYA ILMIAH

MANAJEMEN KEARSIPAN “ Penggunaan Teknologi dalam Pengelolaan Arsip”

LUNTURNYA KUALITAS BERBAHASA PADA REMAJA